Komodo Atau Pendidikan Anak-Anak?

1320740823382974185
Mogadishu,7 November 2011.

Mengapa lagi lagi Déjà vu all over again. Sepertinya kita hidup di Groundhog day saja. Maksudnya semua terulang2 setiap harinya sama saja. Begitu2 terus yang terjadi dimana kebanyakan dari kita seperti kerbau yang berbondong2 untuk di sembelih.
Mengapa saya mengatakan demikian?


Penyebabnya adalah KOMODO, dengan segala alasan untuk mempromosikan KOMODO, dan mereka tidak mengetahui bahwa Taman National Komodo itu dibiayai oleh siapa? dan dana nya dari siapa selama puluhan tahun ini?

Apakah pemerintah Indonesia yang memberikan dananya? Seperti Borobudur termasuk juga heboh karena joroknya dan sampah dimana2, siapa yang selama ini membiayai nya?

Pertanyaan2 ini tidak pernah di angkat oleh banyak pecinta Indonesia dan pariwisatanya.

Mereka dengan berbondong2 dengan GONG yang Hebat Gegap Gempita Membuat Publik Opini bahwa Komodo itu harus di perjuangkan ke New7Wonder. Tanpa mengerti siapa yang selama ini membiayai nya.
Ini baru dari segi pembiayaannya saja. Nah jika kita kaitkan dengan pendidikan anak2, mereka seolah2 mengatakan “Apa hubungannya dengan pendidikan anak-anak?”
Pertanyaan di jawab dengan pertanyaan justru menunjukan IGNORANT yang jelas telah melanda Indonesia.
Yang membuat kita lupa apa yang terpenting Komodo apa Pendidikan Anak2. Mereka yang menamakan pemimpin dan para pecinta kebangsaan tidak bisa menyambungkan DOT antara KOMODO dan ANAK-ANAK.(ingat si Komo?)
Bahkan argumennya dengan parawisata maju di NTT, maka pendidikan akan maju, karena daerah itu akan mendatangkan devisa, dan kemajuan disana.

Lalu pertanyaannya muncul adalah
- Sejak kapan Pariwisata yang maju berbanding lurus dengan pendidikan anak2?
- Logika apa yang mereka buat?
- Tolong berikan contohnya?
- Bukankah Pendidikan Anak-anak adalah sudah kewajiban seluruh warga dan Pemerintah serta swasta ?

Untuk itu mari kita melihat FAKTA nya, bukan argumen yang serampangan saja.

Menurut BPS, Provinsi yang ada di daerah yang seharusnya menjadi Provinsi teladan, yang banyak beragumen bahwa dengan kedatangan turis manca negara, akan membantu pendidikan anak2 di daerah tersebut.
1. Bali dengan penduduk nya sebanyak 3,890,757 jiwa.
2010- Anak yang Buta Huruf di bawah umur 15 tahun adalah 11,60%
2. Jawa Tengah - 32,382,657 jiwa.
2010- Anak yang Buta Huruf dibawah umur 15 tahun adalah 10,05%
3. JawaTimur - 37,476,757 jiwa
2010- Anak yang Buta Huruf dibawah umur 15 tahun adalah 11,66%
4. Dista Yogyakarta - 3,457,491 jiwa.
2010- Anak yang Buta Huruf dibawah umur 15 tahun adalah 9,16%
5. NTB - 4,500,212 jiwa.
2010- Anak yang Buta Huruf dibawah umur 15 tahun adalah 18,95%
6. SulSel - 8,034,776 jiwa.
2010- Anak yang Buta Huruf dibawah umur 15 tahun adalah 12,25%

Jumlah Wisatawan Asing Manca Negara yang datang ke Indonesia di lihat dari provinsinya pada tahun 2010.
Bali - 717,800.
Jawa Tengah - 1,433,200.
Jawa Timur - 2,637,700.
Dista Yogyakarta- 616,300.
SulSel - 497,900.
NTB - 284,200.

Dari data yang ini terlihat betapa banyaknya wisatawan yang datang.

Lalu mengapa tidak berbanding lurus antara argumen bahwa pariwista akan membawa perbaikan terhadap pendidikan anak-anak?

Kembali ke pertanyaan diatas.

Bukan kah tanpa pariwisata sudah kewajiban kita dan rakyat serta pemerintah di provinsi di atas untuk menghapus BUTA HURUF dan memberikan prasarana yang sebesar2nya kepada pendidikan anak2?

Lalu muncul lagi, para pro Komodo ini adalah sebagian besar berasal dari daerah yang disebutkan diatas. Dan sebagian besar pemimpin Indonesia berasal dari daerah2 yang memiliki angka buta huruf tertinggi di Indonesia, contohnya, penulis merasa tidak harus mencantumkan nama2 pemimpin2 Indonesia, karena pembaca sudah pasti mengetahuinya sendiri.

Ditambah di daerah ini berdiri dengan megahnya Universitas yang terkenal di Indonesia, seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Gajah Mada, Univesitas 17 Agustus 1945, Universitas Diponegoro, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Airlangga / UNAIR - Surabaya / Jawa Timur, Universitas Brawijaya / UNBRAW / UNIBRAW - Malang, Universitas Mataram, Universitas Negeri Jember, Universitas Negeri Sebelas Maret - Solo, . Institut Teknologi Sepuluh Nopember, IAIN Alauddin - Makasar, IAIN Walisongo - Semarang, IKIP Negeri Singaraja - Bali, Institut Seni Indonesia (ISI) - Denpasar, Institut Seni Indonesia (ISI) - Yogyakarta, Politeknik Elektronika Negeri - Surabaya dan masih banyak lagi sekolah2 tinggi lainnya.

Lalu apa yang telah terjadi dalam 2 dekade ini?

Dapatkah kita semua menjawabnya?

Tulisan ini adalah mencoba untuk melihat dimana prioritas yang mana sebagai satu bangsa dan pemerintah serta rakyatnya untuk membuka mata dan hati apa yang sebenarnya terjadi. Karena angka2 diatas itu bukan hanya angka2 semata saja. Angka2 ini adalah anak2 yang nyata dan mereka ada disekitar kita, dan setiap hari mungkin kita melihatnya.

Penulis mengajak semua pihak untuk memikirkan apa yang harus kita lakukan, membantu para guru yang setiap harinya mencoba membantu anak-anak yang ada yang masih ingin sekolah.
Dan pihak orang tua dengan alasan apapun tentunya tidak akan ingin mengorbankan masa depan anak, walaupun betapa sulitnya hidup.
Seyogianya pemerintah memberikan perhatian dan prioritas utama untuk kemajuan anak-anak sekolah, sesuai janji pemerintah untuk mencerdaskan bangsa.

Jack Soetopo

No comments:

Post a Comment